(Ternyata) Indonesia Belum Lepas dari Penjajahan

Eramuslim.com, Senin, 9 Jun 08 08:32, judul asli: Pemimpin yang Takut kepada Pihak Asing

ahmad_sarwat.jpgOleh: Ustadz Ahmad Sarwat Lc

Tekanan pihak asing pada semua kebijakan pemerintahan kita tidak hanya terjadi pada hari ini. Tekanan ini adalah bagian utuh dari rangkaian pola dan modus penjajahan (kolonialisme) asing terhadap negeri Islam yang belum selesai-selesai juga sampai sekarang.

Kalau kita berpikir bahwa tanggal 17 Agustus 1945 kita sudah sepenuhnya merdeka, maka silahkan kecewa. Karena kenyataannya, kemerdekaan itu tidak bulat seutuhnya. Kemerdekaan itu hanya pada tataran formal dan juridis saja. Bedak dan lipstiknya memang merdeka. Tapi isi perutnya masih saja terjajah. Ya, pada hakikatnya negeri kita tercinta ini masih dijajah.

Hanya modusnya memang beda. Belanda dan kekuatan asing itu memang hengkang secara fisik dari negeri ini. Tidak ada tentara asing berkeliaran di negeri kita. Secara formal kita punya bendera, lagu kebangsaan, batas wilayah, bahkan punya pemerintahan.

Tapi,

Apalah artinya semua itu kalau mentalitas para penguasanya hanya boneka dan budak yang kerjanya setiap hari membungkukkan badannya kepada kekuatan asing itu?

Apalah artinya lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan kalau para pejabatnya sibuk menjual semua asset bangsa?

Kelemahan kita pada hakikatnya pada mentalitas sebagian penguasa lokal, yang entah bagaimana caranya, seolah bekerja demi kepentingan asing. Entah apa motivasinya, apakah takut, ataukah karena memang mentalnya mental inlander. Rasanya, alasan kedua ini yang lebih dominan.

Mentalitas Inlander

Kalau kita kembali kepada sejarah bangsa ini, sejak awal mula penjajahan ketika dahulu VOC masuk dan merampas kekayaan alam lewat permainan dagang yang curang, kita sudah menyaksikan banyak pihak yang bermental inlander ini.

VOC tidak akan ‘sukses’ menjajah negeri ini kalau tidak dibantu oleh para pamong dan penguasa lokal yang ikut memberi jalan masuk bagi para penjarah, demi sekedar mendapat keuntungan yang sangat kecil.

Belanda tidak akan menjajah kita sampai 3,5 abad kalau tidak karena adanya kacung-kacung lokal yang mau saja diperdaya, diperalat dan dijadikan kaki tangan penjajah. Mereka, para kacung itu, memang dibutuhkan, bahkan kalau perlu diternakkan, agar nantinya siap bermitra dengan para penjarah.

Setidaknya menjadi jaminan atas langgengnya upaya kecurangan para penjajah. Mental-mental semacam inilah yang hari ini terjadi lagi sebagai pengulangan sejarah.

Memang benar dahulu kita punya pemimpin besar sekelas Bung Karno yang masyhur dengan jargonnya, “Go to hell with your aid.” Tapi pada akhirnya dia malah terjungkal oleh konspirasi kekuatan asing.

Mafia BerkeleySalah satu sumber masalah buat negeri kita ini adalah adanya mafia di level para penentu kebijakan poitik dan ekonomi. Di antaranya yang disebut dengan mafia Berkeley.

Mafia ini memang diciptakan oleh para penjarah di Amerika berupa pusat pendidikan dan perguruan tinggi. Antara lain Universitas Berkeley, Cornell, MIT (Massachusette Institute of Technology), Harvard dan lainnya. Berbagai perguruan tinggi yang menjadi favorite ini ternyata merupakan sarang dan dapur CIA untuk mencekokkan ilmu-ilmu liberal. Termasuk menjadi pusat untuk meng-Amerika-kan para mahasiswa yang datang ke negeri itu (termasuk Indonesia) dan menggemblengnya menjadi agen dan kaki tangan Amerika yang setia.

Bahkan sebenarnya menurut David Ransom, bebagai perguruan tinggi itu pada hakikatnya hanya kedok saja. Isinya tidak lain adalah wadah bagi CIA untuk melakukan cuci otak. Luar biasa bukan?

Para mahasiswa jebolan Berkeley dan yang lainnya, setelah mendapat gelar Phd dan sejenisnya, kemudian pulang negeri kita dan berkerumun di sekitar pusat kekuasaan dan menguasai berbagai Fakultas Ekonomi. Tujuannya, selain menjadi penyambung lidah Amerika, memelintir cara berpikir bangsa, juga mengambil alih kebijasanaan negara dalam masalah ekonomi.

Mafia ini kemudian duduk menjadi pejabat yang paling menentukan arah langkah kebijakan ekonomi di negeri ini. Semua jabatan menteri di bidang perekonomian dikuasai, siapa pun yang jadi presidennya. Jabatan Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Bapenas, Penanaman Modal Asing, Menteri Perindustrian, Dirjen Pemasaran dan Perdagangan, dan jabatan penting lainnya adalah tempat yang paling strategis untuk menjalankan agenda kolonialisme Amerika modern di negeri kita.

Untuk itu, semua pejabatnya harus orang-orang yang sangat mengabdi buat kepentingan Amerika, setidaknya harus sudah dicuci otaknya di berbagai perguruan tinggi di negeri Paman Sam itu.

Sebagian pengamat mengatakan bahwa Istilah PELITA dan REPELITA yang akrab di telinga kita sejak masa rezim Soeharto, adalah hasil godokan team ini.

Keberadaan mafia Berkeley ini merupakan bentuk implementasi dari ungkapan Ricahrd Nixon, Presiden Amerika di tahun 1967 tentang Indonesia yang sedang dinikmati hasil jarahannya. Nixon mengatakan bahwa Indonesia adalah “The Greates Prize”, Indonesia adalah anugerah terbesar buat Amerika.

Anugerah?

Ya, anugerah yang terbesar untuk dijarah, karena tanpa perlawanan apapun, tanpa repot mengirim pasukan, tanpa ba dan bu, para pejabatnya siap mempersembahkan semua kekayaan alam kepada kepentingan komprador negeri Paman Sam itu. Termasuk pada akhirnya mengobral murah 44 BUMN yang dengan susah payah dibangun oleh putera puteri terbaik bangsa ini.

Prestasi mafia ini memang luas biasa. Salah satu jerih payah mereka antara lain adalah kontrak-kontrak kerja yang sangat merugikan bangsa. Nyaris tidak ada kekayaan alam negeri ini yang disisakan lagi.

Entah bagaimana ceritanya, di Papua ada emas sebesar gunung yang kemudian tiba-tiba menjadi milik Amerika 100%. Indonesia tidak dapat apa-apa kecuali remah-remah roti buat para pejabatnya yang konon semakin kaya saja.

International Nickel tiba-tiba berhasil mendapatkan hak eksklusif di Sulawesi. Harta terpendam bangsa Indonesia itu tiba-tiba jadi milik asing, kita tidak disisakan sedikit pun.

Alcoa juga mendapat jatah yang lain, yaitu hak untuk menjarah hasil alam Indonesia berupa bauksit.

Weyerhaeuser, International Paper, Biose Cascade dan perusahaan kayu dari Jepang, Korea, dan Pilipina menebangi kayu-kayu di hutang Kalimantan, Sumatera, dan Irian.

Namun hadiah terbesar adalah minyak bumi. Pada tahun 1969, 23 perusahaan minyak telah mengajukan proposal untuk mendapatkan hak melakukan eksplorasi, eksploitasi dan menjual minyak di bawah laut perairan Indonesia. Dari 23 perusahaan itu, 19 di antaranya perusahaan Amerika.

Mental Terjajah

Semua kegagalan bangsa di atas berikut kebangkrutannya itu, tidak akan terjadi kalau mental bangsa ini, termasuk penguasanya, tidak terjajah. Tetapi sayangnya, itulah realita mental kita dan juga mental para penguasa kita. Tidak berani bilang tidak, ketika dipaksa-paksa bilang iya.

Sebagai perbandingan, tidak ada salahnya kalau kita melirik tetangga kanan kiri. Beberapa negara miskin lainnya sebenarnya bernasib tidak jauh beda dengan kita. Bedanya, mereka tidak terlalu lama tidur, ada waktunya mereka bangkit dan menegakkan kepala, lalu bilang kepada para penjarah internasional itu sebuah kata tegas: TIDAK!!!.

Malaysia

Malaysia kini telah bangkit perekonomiannya, setelah sebelumnya mau di-Indonesia-kan. Pak Mahathir, lepas dari urusan politik dalam negerina, boleh dibilang sangat banyak jasanya dan patut dicontoh untuk urusan menolak penjarahan asing.

Malaysia patut ditiru ketika mereka tidak mau tunduk kepada dukun palsu IMF, World Bank atau WTO, bahkan termasuk Soros, si lintah darat itu. Dan hasilnya luar biasa.

Angka kemiskinan menurun drastis dari 25% hingga kini tinggal 5%. Penghasilan perkapita meninggak tiga kali lipat. Kini sekitar 10 ribu dolar. Industri dalam negeri mereka maju. Bahkan sudah punya produk mobil nasioal yang 100% murni, bukan seperti kita yang konon namanya mobil nasional, ternyata turun dari kapal sudah bisa hidup mesinnya.

BoliviaSetelah menasionalisasi semua aset negara, pendapatan Bolivia di tahun 2006 melonjak 6 kali dari sebelumnya di tahun 2002.

Akhirnya para penguasa negeri di Amerika Latin itu bangun dari tidurnya. Mereka menyadari betapa selama ini mereka dikibuli habis-habisan oleh penjarah dari Amerika dan negeri asing lainnya.

Akhinya dengan semua keberanian dan kelelakian, semua perusahaan asing yang bercokol di negeri itu, seperti Exxon Mobile, Total milik Perancis, Repsol milik Spanyol, termasuk British Petrolium dan lainnya hanya diberi pilihan, ikut aturan baru mereka atau silahkan pulang kampung.

Maka perusahaan asing itu tidak bisa bilang apa-apa. Mereka tahu siapa yang jadi bos: Whos The Boss. Ternyata bukan mereka tapi penguasa negeri itu yang jadi bos. Mereka harus taat, patuh dan tunduk kepada kebijakan jantan penguasa negeri itu, kalau masih mau hidup. Luar biasa bukan?

Ecuador

Yang juga perlu ditiru adalah tindakan berani Presiden Ecuador, Rafael Careera, yang tidak memperpanjang kontrak pangkalan militer Amerika di Manta tahun 2009.

Perhatikan syarat yang diajukan pak Careera itu. Kalau Amerika masih mau berpangkalan militer di Ecuador, silahkan saja. Asalkan Amerika juga harus rela wilayah negerinya juga dijadikan pangkalan militer Ecuador di Miami, wilayah Amerika Serikat.

Jadi seimbang, sederajat, setara dan resiprokal. Tidak berat sebelah sebagaimana kebijakan para pejabat kita yang membolehkan militer Singapura masuk ke wilayah kedaulatan kita.

Asal tahu saja, negara kita telah menandatangani perjanjian sangat tidak seimbang dengan Singapura, sehingga tentara negeri agen Zionis itu bebas main perang-perangan dengan peluru tajam di Indonesia, seperti Wilayah Alfa I, Alfa II, Bravo, dan Baturaja. Bahkan dibolehkan mengundang pihak ketiga dari negara lain. Gila kan?

Apa Kabar Presiden Kita?Jadi kalau kita mau pilih Presiden lagi nanti, itu pun kalau masih mau, satu saja syaratnya. Apakah si calon presiden itu berani bilang TIDAK kepada Amerika dan penjajah asing? Beranikah dia mengusir pergi semua perusahaan asing yang kerja menjarah itu? Beranikah dia bubarkan mafia Berkeley di pemerintahannya?

Apa pun janji-janji gombalnya, selama masih membungkuk-bungkuk dan mencium jempol kaki Amerika yang bau itu, percuma saja kita punya pemerintahan baru. Kita hanya akan kejeblos di lubang yang sama. Apesnya, bukan untuk yang kedua kalinya, tapi untuk yang kesekian kalinya. Kebodohan yang selalu saja berulang. Bodoh atau memang gila, agak kurang jelas memang.

Menggebuk FPI: Order Pihak Asing

Kalau sekarang FPI lagi digebuki, diprovokasi, lalu pecah bentrok, kemudian ditangkapi, jelas sekali semua itu adalah order dari pihak asing. Jelas ada banyak kepentingan di dalamnya. Mulai dari masalah Ahmadiyah yang memang sangat dilindungi oleh zionis dan Amerika, hingga urusan ketaatan para penguasa terhadap penguasa asing.

Bahkan yang paling menyedihkan, order itu masuk juga ke pihak media di negeri ini. Ingat-ingatlah, sejak kejadian Ahad di Monas pekan lalu, nyaris semua TV nasional di negeri ini secara ijma’ dan muttafaqun alaihi, kompak, se-iya sekata, untuk menyalah-nyalahkan FPI.

Siapa saja yang menonton TV selama sepekan ini, kalau otaknya kurang cerdas akan berkesimpulan sederhana: Pokoknya FPI itu biang kerok, pokoknya FPI itu harus dibubarkan, pokoknya aktifisnya harus ditangkap. Dan seribu pokoknya yang lain.

Padahal sangat jelas semua itu pesanan asing. Dan yang paling konyol serta menyakitkan hati, masih ada saja oknum dari bangsa kita sendiri yang mau-maunya diperintah melakukan kekejian hanya sekedar membuktikan bahwa dirinya adalah anjing yang setia kepada tuannya. Naudzubillah tsumma naudzu billah.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Share

Related posts

3 Thoughts to “(Ternyata) Indonesia Belum Lepas dari Penjajahan”

  1. rajafri harisnal

    Berlindung dirilah kepada Allah karena Indonesia dipimpin oleh Para Thagut dan pengikut Dajjal. Mereka punya mata tapi buta, punya telinga tapi tuli, punya lidah tapi bisu, punya hati tapi mati. Semoga Allah menyalamatkan hamba-hambanya.sukron.

  2. adul

    memangnya makna kemerdekaan itu apa?

  3. Hamba Allah

    Bismillahhirrahmanirrahiim.

    Sesungguhnya Allah SWT menganugerahkan negeri ini beserta kekayaan alamnya kepada penduduknya untuk kemakmuran penduduk negeri ini.

    Siapapun yang menjadi pemimpin di negeri ini harus memahami arti amanat secara mendalam bahwa amanat menjadi pemimin negeri ini meliputi semua yang ada di dalam negeri ini, bukan hanya kepada manusianya tetapi termasuk kekayaan alamnya.

    Kita tidak bisa mengharapkan perubahan dari para pemimpin kita, karena firman Allah :
    “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu sendiri yang harus merubahnya”
    dan dalam firman yang lainnya Allah menyebutkan
    ” Allah mengetahui hamba-hambanya yang mau menerima petunjuk”

    kiranya firman Allah tersebut diatas sangat jelas merupakan refferensi buat penduduk negeri ini untuk melakukan perubahan.

    SEJARAH NEGERI INI TELAH MEMBUKTIKAN BAHWA PERUBAHAN SELALU DATANG DARI BAWAH, DAN TIDAK PERNAH DARI ATAS.

    ALLAAAAAAHU AKBAR ……

Leave a Comment