Bulan Rajab, Saatnya Menyambut Ramadhan

Bulan Rajab adalah bulan yang tepat untuk menyambut Ramadhan, adapun bulan Sya’ban adalah bulan yang disediakan bagi kita untuk belajar mengisi Ramadhan.

Artinya:
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (Q.S. At-Taubah: 36)
Bulan Rajab adalah bulan yang istimewa, karena merupakan salah satu dari empat bulan yang termasuk bulan haram, selain Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Di dalam keempat bulan tersebut, setiap kita dilarang menganiaya diri dengan tidak berbuat dzalim, baik berbuat dzalim kepada diri sendiri alias bermaksiat, ataupun berbuat dzalim kepada orang lain. Kita perlu memerangi kaum musyrikin hanya jika kita diserang lebih dahulu. Apabila itu semua kita patuhi, Allah SWT menjanjikan bagi orang-orang yang bertakwa kebersamaan dengan-Nya.
Bentuk kebersamaan dengan Allah bagi orang yang bertakwa dapat berupa solusi permasalahan yang dapat dengan cepat diperoleh, serta rezeki yang tidak disangka-sangka. Rezeki itu tidak hanya berupa materi maupun harta. Rezeki itu dapat berupa kemauan untuk mendengar atau membaca Al-Qur’an, ilmu yang bermanfaat, keinginan mengikuti ajaran yang benar serta dorongan untuk menjauhi yang salah.
Mengenai interaksi dengan Al-Qur’an, jangan sampai ada perasaan terepotkan (haraj) oleh Al Qur’an. Rutinitas bersama Al-Qur’an akan kita temukan bila fungsi Al-Qur’an sudah terdapat dalam diri kita. Betapa ruginya kita bila fungsi Al-Qur’an yang kita peroleh hanya dari pahala bacaan semata, fungsi yang lain belum dioptimalkan, antara lain dipahami artinya, diamalkan isinya, serta dijadikan sebagai landasan berpikir. Alangkah baiknya bila jiwa kita terwarnai oleh Al-Qur’an, sebagaimana Rasulullah SAW.
Menyambut Ramadhan ala Rasulullah SAW
Dalam menyambut Ramadhan, ada 4 karakteristik Rasulullah dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT yang perlu kita teladani:

    1. Selalu terpadukan antara wajib dan sunnah

Baik itu shalat, shaum, zakat/shadaqah, haji/umrah Rasulullah tidak pernah meninggalkan yang wajib, dan selalu melengkapinya dengan amalan sunnah. Amalan wajib dan sunnah selalu berpasangan, amalan sunnah selalu hadir melengkapi yang wajib. Sudahkah kita seperti itu?

    1. Berlangsung dalam waktu yg panjang, kontinyu, pengecualiannya sakit atau safar
      Konsistensi Rasululllah SAW dalam pelaksanaan ibadah benar-benar berkesinambungan, kecuali dalam keadaan sakit atau perjalanan jauh (safar). Dengan mencontoh Rasulullah SAW, tidak ada alasan bagi kita untuk menurunkan kualitas dan kuantitas amal dengan disebabkan karena kini telah berkeluarga, atau karena saat ini mengemban jabatan duniawi yang begitu menyibukkan.
      Nabi SAW pernah ditanya : “Apakah amalan yang paling dicintai Allah?”. Beliau menjawab : “Amalan yang dilaksanakan secara berkesinambungan walaupun sedikit”. (HR Bukhori).Ummul Mu’minin Aisyah RA menjelaskan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling konsisten dalam melakukan amal ibadah. (HR Muslim).
    2. Memiliki spesialisasi (tamayyuz)

Bilal bin Rabah sangat terkenal dengan kebiasaannya shalat 2 rakaat setiap kali selesai berwudhu. Abdurrrahman bin ‘Auf sangat terkenal dengan kedermawanannya dalam setiap kesempatan. Mayoritas sahabat juga memiliki spesialisasi menjadi penghafal Al-Qur’an. Walaupun ada sahabat yang hafalannya sedikit, tetapi dia memiliki spesialisasi paling banyak menghancurkan musuh Allah di medan peperangan. Rasulullah SAW adalah tauladan dalam setiap ibadah yang dicontohkannya. Alangkah baiknya jika kita memiliki ibadah unggulan yang dapat menjadikan kita ahli surga di akhirat kelak.

  1. Prinsip qadha, mengganti dengan amal lain, atau melaksanakannya di waktu yang lain
    Apabila Rasulullah SAW melewatkan sebuah amalan karena sibuk atau lupa, maka Rasulullah menambahkan kuantitas amalannya pada kesempatan yang lain sebagai pengganti amalan yang sebelumnya terlewat. Contoh lain dari prinsip qadha itu juga dapat kita buat berupa niat pribadi untuk berinfak tambahan untuk setiap shalat fardhu yang tidak kita (pria muslim) lakukan berjamaah di masjid. Tentu saja pahala shalat berjamaah itu tidak sebanding dengan nilai uang yang kita infakkan, tetapi berinfak tambahan itu adalah lebih baik daripada tidak melakukan sesuatu sama sekali, bukan hanya demi pahala dari Allah SWT, tetapi juga demi membangun kedisiplinan beribadah.


[Dirangkum dari ceramah ba’da isya, Ustadz ‘Abdul ‘Aziz ‘Abdur Ra’uf, Al Hafidz, Lc, pada acara Mabit di Masjid Habiburrahman, PTDI, Bandung, 14 Rajab 1431H / 26 Juni 2010]

Share

Related posts

5 Thoughts to “Bulan Rajab, Saatnya Menyambut Ramadhan”

  1. Subhanallah smoga bisa diterapkan!!

  2. hamba allah

    semoga islam tetap jaya,,,………..Amin……

  3. agus

    Islam takkan pernah mati sampai titik darah penghabisan … Karena islam harus diperjuangkan,dijalankan dan disiplin.Tidak menjadi umat yang loyo alias lazy ….

  4. Embong

    Marhaban Ya Ramadhan 1432H (1-30 Agustus 2010) Mohon Maaf Lahir dan Batin.

  5. Mudah2n kita semua bisa menjadi lebih baik lagi

Leave a Comment